Selasa, 14 Oktober 2014

MOTIVASI

PEMULUNG DENGAN PRESTASI MENDUNIA


CERITA INSPIRATIF DARI

 ANDRIE WONGSO


Ni Wayan Mertiayani atau yang biasa dipanggil Ni Wayan atau Sepi merupakan putri sulung almarhum I Nengah Sangkrib dan Ni Nengah Sirem. Sejak ayahnya meninggal, Mertiayani tinggal bersama ibunya dan adiknya, Ni Made Jati. Sejak itu pula, tiga wanita ini berjuang untuk melanjutkan hidupnya dari hari ke hari. 

Sepeninggal sang ayah, mereka tinggal digubuk berdinding bilik bambu dengan satu kamar tidur. Ibunya sudah bertahun-tahun menderita ginjal dan harus bekerja serabutan. Untuk menopang kehidupan, setiap sorenya hingga gelap menyergap, gadis yang sekarang duduk di bangku SMA itu berjualan permen, kue jajanan, dan makanan kecil lainnya di Pantai Amed, salah satu pusat isata dibagian timur Karangasem, Bali. 

Jika dagangannya laku, dia bisa memperoleh pendapatan hingga Rp 50.000, Tapi lebih sering dia yang rugi karena banyak yang tidak bayar. "Atau kalau tak habis ya saya makan sendiri, jadinya ya rugi," ujar Wayan tersipu. Dia bahkan hampir putus sekolah karena tak punya uang untuk biaya sekolah.

Jika hasil berjualannya tidak mencukupi kebutuhan dasarnya, Wayan memulung diseputaran pantai Bali. Usai pulang sekolah atau berjualan, Wayan tidak merasa malu memunguti sampah-sampah plastik yang bertebaran disepanjang pantai. Bahkan, ejekan teman satu sekolahnya tidak dihiraukan sama sekali. Satu prinsipnya, "Saya tidak mencuri!"

TERINSPIRASI ANNE FRANK

Namun, disela kehidupan keras yang dijalaninya, Wayan biasa meluangkan waktu untuk membaca diperpustakaan milik Marie Johana Fardan, tetangganya. Dari koleksi perpustakaan inilah, Wayan mengenal sosok Anne Frank dari buku catatan harian Anne Frank berjudul The Diary of Anne Frank. Dari buku ini juga muncul sebuah cita-cita dalam diri Wayan, yaitu ingin menjadi wartawan dan penulis. 

Wayan mengaku mengagumi Anne Frank, gadis Yahudi korban kekejaman Nazi. Frank bersembunyi dari kekejaman Nazi selama dua tahun sejak tahun 1942. Frank menulis cerita harian yang kemudian deterbitkan dalam berbagai bahasa termasuk Indonesia. "Tiang merasa patuh terhadap ceritane Anne Frank," kata Wayan dalam bahasa Bali yang artinya, saya merasa hidup saya sama dengan cerita Anne Frank.

Alur hidup Mertiyani bisa dikatakan hampir sama dengan Anne Frank. Sama-sama hidup dalam tekanan tapi penuh harapan dan cita-cita. Bedanya, Anne yang keturunan Yahudi besar dibawah tekanan tentara Nazi pada masa itu, sementara Wayan besar dibawah tekanan ekonomi. 

MUTIARA TERPENDAM YANG AKHIRNYA BERSINAR

Pada September 2009, saat sedang melakukan aktifitas memulungnya, Wayan berjumpa seorang turis asal Belanda Mrs Dolly Amarhoseija. Mrs Dolly meminjamkan kamera digitalnya dan mengajarkan Wayan cara membidiknya. Dan Wayan pun menggunakan kamera itu untuk mengambil beberapa foto. Begitu melihat indahnya hasil jepretan Wayan, Mrs Dolly menyarankan Wayan agar menjadi peserta Lomba Fotografi Internasional yang diselenggarakan yayasan Anne Frank di Belanda. 

Bermodal sekitar 15 foto, Wayan menjadi pesertanya. Dan ternyata juri dai World Press Photo menilai foto milik Wayan adalah foto terbaik dari ribuan foto yang dikirimkan 200 foto karya 200 fotografer kelas dunia. Foto Wayan ditetapkan sebagai Juara 1 pada tahun 2009. 

Foto Wayan ini adalah potret dari sebuah pohon ubi karet dengan dahan tanpa daun yang tumbuh didepan rumahnya. Seekor ayam bertengger disalah satu dahan, serta handuk berwarna merah jambu dan baju keseharian yang dijemur dibawahnya.

Kedua belas juri berpendapat bahwa semua unsur dalam foto Wayan bekerja sangat bagus. "The shape of the tree, the one chicken up in the branches, the clour and light. They all work in its favor. All of this relays the fotographer's reality trought subtle symbolism," tulis juri didalam website resmi yayasan Anne Frank.

Acara penyerahan hadiah berlangsung pada 3 Mei 2010 di Amsterdam, Belanda. Wayan pun hadir disana dengan ditemani adiknya. Wayan menerima hadiah berupa kamera Canon G11, buku-buku tentang Anne Frank dan fotonya sendiri yang menang lomba dari perwakilan yayasan Anne Frank.

Wayan berharap bisa menyelesaikan sekolah dan memujudkan cita-citanya menjadi jurnalis. "Saya ingin membahagiakan ibu saya," ucapnya sendu. Matanya bulat menerawang. Dia sangat sadar kemiskinan mengancam kelanjutan pendidikannya. "Anne Frank lebih susah hidupnya, jika ia tidak mengeluh, saya juga seharusnya tidak," ujarnya kemudian. 

Kisah hidup Wayan terbukti amat inspiratif karena dalam kondisi hidup serba kekurangan, Wayan tak pernah berhenti berupaya agar roda hidupnya bergulir lebih baik. 

Netters :
Kita tidak boleh menjadikan segala kekurangan kita sebagai alasan untuk tidak berkembang menjadi pribadi yang lebih baik. Tidak menjadikan kesulitan hidup untuk terus terpuruk dalam ketidakberdayaan. Jadikan semua kekurangan sebagai salah satu cambuk untuk memacu diri menjadi lebih baik. Jangan hiraukan semua perkataan atau ejekan yang dilontarkan orang lain kepada kita. Tutup kuping dan teriakkan didalam hati, "AKU PASTI BISA," dan lakukan semuanya sesuai rencana awal. Yakinlah kebahagiaan akan datang setelah kamu melewati hal sulit dengan SABAR.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan meninggalkan komen dengan bahasa yang sopan yaa :)