Sabtu, 18 Oktober 2014

MOTIVASI

PENGUSAHA SUKSES PENGIDAP DISLEKSIA

CERITA INSPIRATIF ANDRIE WONGSO




Sejak usia balita, Ben Way (Benjamin Peter Bernard Way) sudah menunjukkan gejala menderita diseleksia. Disleksia adalah sebuah kondisi ketidakmampuan belajar pada seseorang yang disebabkan oleh kesulitan pada orang tersebut dalam melakukan membaca dan menulis. Pada kasus Ben, kondisi ini lebih diperparah dengan perceraian orangtuanya. Masa-masa itu menjadi waktu yang sangat berat bagi Ben yang masih berusia lima tahun. Karena itulah, ia menjadi anak yang hiperaktif, emosional, dan seringkali berteiak-teriak, lari kesana-kemari, dan merusak segala hal yang ada disekitarnya.

Televisi, pemanggang roti, lemari menjadi sasarannya. Itupula yang membuatnya tidak masuk playgroup karena disekolah Ben akan merusak kursi, meja, dan perlengkapan sekolah lainnya yang membuat pengelola sekolah tidak mau mengambil resiko. 

Sifatnya yang seperti itu semakin mempersulit keadaan ibunya yang saat itu masih harus mengurusi bayinya, adik Ben yang bernama Hemione. Sang Ibu menjadi orangtua tunggal yang bekerja sebagai guru. Profesi ibunya inilah yang memberikan kesempatan bagi Ben untuk mendapat pendidikan gratis disekolah tempat ibunya bekerja. 


FRUSTASI KARENA TIDAK BISA MEMBACA DAN MENULIS

Namun saat menjalani hari-harinya disekolah, Ben seperti baru menyadari penyakit yang dideritanya. Ia sulit mengikuti pelajaran. Setiap pelajaran yang didengarnya tidak mampu dituangkannya dalam bentuk catatan didalam buku tulisnya. seolah tak ada sedikitpun bahan pelajaran yang bisa tergambar dalam benaknya. Hal ini membuat Ben frustasi dan sebagai pelampiasannya ia sering marah dan mangacau. Setiap kali dimarahi oleh gurunya, Ben berlari kedalam kelas tempat ibunya mengajar dan bersembunyi dikolong meja. Kejadian seperti itu berlangsung terus menerus dan dalam waktu setahun ibunya menyerah. Ben pun keluar dari sekolah itu. 

Ben kemudian pindah kerumah dekat tempat kakek Ben dari pihak ayah. Ben sekolah lagi. Namun tetap menghadapi kekacauan yang serupa. Ben bahkan sempat dikunci dalam ruang kelas sendirian karena gurunya begitu kesal padanya. Mendapat perlakuan demikian Ben mengamuk. Lemari dijungkirkan. guru lalu memarahi Ben. Salah satu umpatannya manyakitkan hati Ben, yang saat itu masih berusia tujuh tahun. "Kamu tidak akan pernah bisa membaca dan menulis, kamu tak akan bisa membuat apapun," ujar gurunya. Ben pun terpukul. Ia jadi makin takut menghadapi hari-hari dalam hidupnya.

Kondisi Ben yang semakin parah membuat ibunya tak kuat lagi menurus Ben. Sang Ibu pun kemudian berunding dengan mantan suaminya yang kini telah menikah lagi. Akhirnya diputuskan Ben harus ikut ayahnya.  Ternyata hidup bersama ayahnya tak mampu menolongnya. Disekolahnya yang baru, Ben tetap tak mampu belajar. Ia selalu berada diurutan terbawah dikelasnya dan itu membuatnya semakin frustasi. terlebih-lebih ayahnya. Apalagi ayahnya tak mampu bersikap lembut seperti ibunya. Ben terombang-ambing dalam keputusasaan.

TERGERAK KARENA TERTANTANG

Pada suatu malam, sang ayah memintanya mempelajari agenda waktu. Tapi itu tak berhasil jua. Ben malah meminta ayahnya membelikan mainan kapal-kapalan. Ayahnya tentu tak senang. Dengan sedikit marah ia mengatakan, kalau mau membeli mainan kapal-kapalan, kamu harus mengumpulkan uang sendiri. Ben berpikir, perlu waktu berapa lama agar ia bisa membeli kapal-kapalan itu. Tapi ternyata tantangan itu bisa ia tangkap dan ia bergairah melakukannya dengan mengumpulkan uang.

Tantangan itu bahkan ibarat cahaya yang menyinari kegelapan otaknya selama ini. Sejak saat itu, ia menemukan kesulitan belajarnya yang selama ini ia alami. "Ternyata bagi penderita disleksia harus ada alasan untuk melakukan sesuatu," ujarnya. Dari sanalah, ia mulai bisa belajar menghitung, yakni dengan berhitung praktek sehari-hari.

Proses belajarnya terus berlanjut sampai suatu kali ia menyukai komputer yang ia lihat dikantor ayahnya. Ayahnya memahami ketertarikannya lalu meminta perusahaan membelikan satu laptop untuk Ben. Sebulan kemudian laptop itu datang. "Benda itu terlalu berat, tapi bagi saya itu sangat hebat dan menkjubkan. Ternyata komputer dan otak saya bisa begitu nyambung dan begitu lengket," cerita Ben.

MENJADI PENGUSAHA SAAT USIA 15 TAHUN

Kemanapun Ben pergi, laptop selalu ada dalam tasnya. Mereka seakan tak terpisahkan. Ia bahkan mengibaratkan laptop itu sebagai pamandunya. Menurutnya, laptop itu ibarat kacamata pada orang yang pemandangannya kabur. Apapun yang diinginkannya, bisa diterjemahkan oleh laptop itu. Melalui laptop itu, Ben bisa merancang software sendiri dengan cara belajar autodidak. Ia kemudian menjadi ahli software komputer. "Pada usia 11 saya sudah bisa membuat program komputer. Pada usia 15 tahun saya sudah memiliki perusahaan. Dan saat usia 17 tahun saya sudah bisa menghasilkan satu juta poundsterling pertama saya," ujarnya.

Bahkan pada tahun 2000, ia mendapat penghargaan dari Perdana Mentri Inggris Gordon Brown sebagai New Bussiness Millenium Young Entrepreneur of the Year. Ternyata penghargaan ini membuka jalan karirnya sebagai ahli software komputer yang dilirik pemerintah. Tak lama kemudian, ia mendapat tawaran dari Gedung Putih dan pemerintah Inggris untuk menjadi salah satu konsultan dalam proyek inkubator internet kerja sama kedua negara itu yang bernama NetB2B2 PLC. Lalu, Ben mengepalai sebuah divisi teknologi pada sebuah perusahaan besar sambil menjadi dosen di Imperial College.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan meninggalkan komen dengan bahasa yang sopan yaa :)